Urgensi keluar dari kekerasan
tepat sebulan setelah aku berpindah tempat dari kota dan hidup di desa. Juga tepat sebulan aku tidak lagi kerumah ibuku.
Lalu aku kesana. Hanya tiga hari. Dan aku melihat dengan BENING, uh i want to make this clear. AKU MELIHAT DENGAN SEBENING ITU AKAN KEKERASAN.
Aku melihat bagaimana efek Kekerasan berulang yang aku normalisasi dulunya di keluarga ibuku. menghancurkan tubuh fisikku secara perlahan dengan merasakan khawatir akan kekerasan. GERD MENYERANG. AKU SANGAT MERASAKAN TIDAK AMAN. Sangat!
Aku melihat bagaimana pola pembungkaman dan matinya throat chakra. Ternyata dari kakekku berimbas ke mamaku. Yang terus menerus mengatakan jangan ribut. Hingga akhirnya aku terbiasa merasakan bahwa bersuara adalah keributan. Tawa adalah ketidaksopanan, aku merasakan sekali ya Tuhan.
Aku juga melihat bagaimana unsolicited advice berpakaian dalam wujud nasihat orangtua. Sungguh duka luar biasa. Aku dipaksa mendengarkan nasihat yang tidak aku minta. Aku tidak mau dengar tapi terus menerus diulang. Aku bersyukur pergi. Walau belum mampu mengatakan aku tidak mau dengar pa. Tapi aku bisa menggerakkan tubuhku untuk pergi dan tak mau dengar. Bukan mengiyakan.
Sekarang aku paham kenapa aku dulunya sangat mudah disetir orang. Diperbodohi. Mengiyakan segala permintaan orang lain.. It all comes aku from parent pleaser. I need love so i become the pleaser one to Exchange the love. 😌Sedih nya yatuhan.makanya setiap belanja aku mulai merasakan tiap kali pedagang memintaku beli ini sebagai ganti uang kembalian i feel so proud bisa bilang. Nggak bu. Uangnya saya mau pake buat yang lain.
Aku juga melihat betapa aku diberikan kekerasan berulang ulang ulang ulang ulang kali dan itu snagat sangat dinormalisasi dengan bungkus, adikku becanda, kakakmu memang sudah seperti itu, itu hanya candaan, jangan ditanggapi, biarkan saja. Sabar saja, memang dia kasar.
No. Aku merasakan sudah. Sudah cukup. Aku mematikan diriku yang diinjak injak itu. I wont come in there unless its really urgent. I TAKE fully responsibility over this choice.
Pantasan saja aku tidak pernah merasakan aman dalam hidupku. Karena setiap kali aku merasa. Aku disalahkan begitu berulang. Aku dinilai bahwa aku yang terlalu sensi, terlalu perasa terlalu suka menangis, terlalu terlalu lainnya. So here is the thing.
I complete now understood. When i cry. There is something not align. Aku melihat dengan jernih betapa semuanya mau dikontrol including me and my kind and how I parent my kid. So i stop. I dont talk. I decide. I change.
I no longer update over anything in my life. Dulunya aku berlindung dengan mengatakan biar bagaimanapun mereka keluargaku. No… this is THE BIGGEST BULSHIT EVER. WEARING FAMILY TO BLUR ABUSIVE BEHAVIORS. Aku bersyukur sekali bisa paham rasaku. Aku berlembut aku berduka. Aku menangis. Tapi aku tidak berlarut.
Aku paham bahwa untuk tumbuh dibutuhkan ruang yang extra penuh kelembutan. I cant give myself a comppasion back then. Because i thoink i have no way to go. But for now. I can. So i want give to myself.
Dear me, – terimakasih atas dedikasi mu yang senantiasa berupaya mengerjakan segala peer batin. Kini kita perlu meninggalkan diri versi lama including no contact totally with our family. I know. I completely understand bagaimana duka nya luar biasa. But this action wr need to take for the sake living in aslama-salam life. The price is sooo high. When it comes to your life. We can not give it for free. Even if its our “blood” fam. Nope. – so please. Take your time to grief. I understand we need this action but would take it with compassion. Dont worry i got you.